Jumat, 18 November 2011

Satu cerita dari berbagai cerita seorang anak pengamen.

1 Orang yang baik
Sudah sangat lama, gue ga ngupdate, gue ga tau apa ada yang kangen? Apa ada yang.. Ah, sudahlah.
Sebenarnya dan sejujurnya, gue ngebuka blog ini karena gue mendapat kisah yang sangat motivatif sekali dari sepupu gue. Karna ceritanya itulah, gue jadi galau. Bukan, bukan karena cowo gue ternyata bermain tangan dibelakang gue (nyolek-nyolek atau semacamnya), karena gue belum punya cowo sampai saat ini. Bukan karena tiba-tiba adik gue khayang di halaman belakang rumah dan keseleo ampe tulangnya bergeser, karena itu bukan sesuatu yang elit untuk dipergalaukan. Ya, ini karena ceritanya. Sepupu gue nge-SMS gue tiba-tiba pulang sekolah, dan dia akhirnya bercerita lewat sms (ampe 7 sms loh). Yasudah langsung saja gue ceritakan.

Sepupu gue bekerja di suatu perusahaan swasta. Dia seorang programmer 'yoi', karena dia memang 'yoi'. Maksud gue disini 'yoi' berarti epic. Gue bertekad untuk bisa mengambil sisi baik dari sepupu gue itu dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengambil sisi baik orang bukan berarti berubah menjadi dia, karena, untuk apa jadi orang lain? Jadi diri sendirilah yang terbaik.

Tiap makan siang di kantin kantornya, ia selalu melihat seorang anak pengamen yang asyik menulis. Anak itu ternyata sedang mengerjakan PR sekolahnya. Dan tidak jarang sepupu gue ngeliat anak itu.

Akhirnya sepupu gue bertekad untuk mendekati anak itu dan memang ternyata anak itu sedang belajar, di pinggir jalan.

"De, kalo nanti udah terima rapor bawa rapornya ya, ntar kalo bagus saya kasih hadiah".
Disini marilah gue ceritakan mengapa sepupu gue bisa berfigur bapak seperti itu. Ia juga dari kecil bukan orang yang kaya, yang bisa beli itu ini itu sesukanya, sekarang ia sudah menjadi orang yang cukup sukses menurut gue, dan gue sangat bangga akan hal itu.


3 bulan berlalu dan janjinya pada anak itu seolah sudah terlupa olehnya. Tentu saja, karena anak itu tiba-tiba jarang terlihat. Ia pasti teringat dengan janji itu, namun pekerjaannya pastilah menyita waktunya untuk memikirkan anak tersebut. Namun, tiba-tiba kemarin, tanggal 17 November 2011, anak itu datang lagi dengan membawa rapornya. Sepupu ku kaget dan bulu kuduk nya merinding. Di rapornya bahkan ga ada angka 6! (Bukan berarti adanya angka 5,4,3,2,1 ya), tapi angka-angka 7 keatas banyak menghiasi rapornya. Inilah anak-anak keren! SUPER KEREN! Gue aja punya angka 6 di rapor gue, gila, gue, yang dapet fasilitas serba ada dan ga harus ngamen, kalah dengan anak-anak yang nangkring di pinggir jalan yang harus ngamen buat sekolah. Edan!

Tapi, cerita ini tentu saja belum selesai!

Sepupu gue akhirnya nanya "Kamu mau hadiah apa?"

Ia manjawab,

"Kalkulator buat belajar kak".




Dik, kamu sukses buat mata saya berair. Aku salut banget sama kamu.

Akhirnya, sepupu gue ngajakin dia pergi ke tempat stationery terdekat dan beliin dia kalkulator scientific!


Banyak sekali moral yang bisa kita petik dari cerita anak pengamen diatas. Gue akan lebih membandingkan anak itu dengan gue. Gue, punya ibu yang untungnya masih bisa nyekolahin gue dan adik gue, punya ibu yang bisa ngasih makan dan masih bisa ngajak gue jalan-jalan entah kemana. Nilai rapor gue emang ga ada yang dibawah KKM, tapi tentu saja nilai gue pas-pas an (Terutama di Matematika, fyuuh). Lihat anak pengamen itu, ia harus bekerja banting tulang untuk nyari nafkah biar bisa hidup, bisa makan, bisa sekolah. Kalau aku belajar di ruangan ber-AC, dia belajar di pinggir jalan. Kalau aku belajar dan mencari segalanya di internet, ia tidak ada. Kalau aku malas menulis, aku bisa ngetik pakai laptop ku sendiri, dia ga punya. Kalau aku semua dibiayain orang tua, ia bekerja. Kalau nilai raporku dibandingkan dengan dia, tentu saja nilai dia yang lebih 'yoi'.

Anak yang kekurangan fasilitas aja bisa, kenapa kita bisa kalah? Tentu saja karena kita belum pernah ngerasain bagaimana jadi mereka. Bagaimana jadi mereka yang susah payah dulu kecilnya. Mereka sangat menghargai waktu dan kesempatan tentu saja, terutama anak ini, dia belajar dan berusaha menuntut ilmu setinggi-tingginya biar bisa jadi orang sukses nanti. Coba kita merenung dan pikirkan, orang-orang yang dulunya susah, jadi orang sukses dan itu bukan hanya kepuasan bagi mereka, namun juga kepuasan bagi orang-orang yang sudah terharu dulunya melihat bagaimana usaha keras mereka untuk jadi seorang yang sukses. Berbeda dengan kita yang sudah menggelayut di dunia pendidikan yang tergolong mewah, menjadi sukses merupakan hal wajar, namun menjadi orang yang tidak sukses, bukan merupakan hal yang wajar. Anak-anak yang kurang bercukupan seperti diatas, kalau tidak sukses, tidak heran, tapi kalau sukses, LUAR BIASA!

Semoga dengan membaca ini, para pelajar yang seumuran atau lebih tua atau, yaah bagitulah, bisa lah, termotivasi sedikit. Gue jujur sih termotivasi. Gue bakal berusaha keras untuk masa depan. Dan mari kita doakan anak-anak pengamen diatas juga anak-anak pengamen lainnya yang berusaha keras ini, bisa ikut serta memajukan negri dan bangsa kita ini.

Salut!